Bahasa Sunda merupakan salah satu
alat komunikasi masyarakat yang disebut urang
Sunda. Selain itu, menurut Ajip Rosidi, bahasa Sunda adalah salah satu
bahasa daerah Indonesia, yang telah dipergunakan sejak berabad-abad dan
termasuk kedalam keluarga bahasa Austronesia. Dalam jenisnya, bahasa Sunda saat
ini memiliki empat macam bahasa yaitu; pertama basa budak (bahasa khusus yang digunakan oleh kanak-kanak atau
bahasa yang digunakan oleh orang tua kepada anak-anak dan termasuk juga kedalam
basa lemes), kedua basa cohag/loma (yaitu bahasa yang biasa
digunakan dalam pergaulan yang akrab), ketiga basa kasar (bahasa yang menurut undak-usuk
basa Sunda, memakai bahasa yang tergolong kasar atau tidak sopan), dan yang
terakhir basa lemes (bahasa yang
dipergunakan kepada orang yang lebih tua atau dihormati, orang yang baru
dikenal, dan orang yang lebih tinggi kedudukannya).
Namun pada kenyaatannya saat ini kelestarian bahasa Sunda mulai terpinggirkan secara perlahan-perlahan. Seiring dengan didikan orang tua (yang sebenarnya orang Sunda dan menetap di lingkungan sosial-budaya Sunda) masa kini yang lebih mengajarkan anak-anaknya bertutur bahasa Indonesia atau bahkan bahasa asing (bahasa Inggris) dalam kesehariannya. Berbagai alasan pun terlontar kenapa mereka tidak mau mengajarkan ‘bahasa ibu’ kepada anaknya. Salah satunya ialah mereka tidak ingin anaknya bertutur kata dengan menggunakan bahasa Sunda yang terbilang kasar. Wajar memang jika para orang tua merasa khawatir akan hal seperti itu atau dengan alasan lainnya. Tetapi jika dengan didikan yang benar dan telaten dari orang tuanya mungkin anak-anak dapat terhindar dari alasan kecemasan itu.
Setidaknya anak-anak dapat mengenal bahasa ibunya sedari dini, pun pelestarian bahasa Sunda dapat terjaga hingga generasi berikutnya. Terkadang saya pun sebagai orang Sunda merasa khawatir kepada nasib bahasa Sunda di masa yang akan datang. Saat ini pun penutur bahasa Sunda di lingkungan pergaulan nonoman Sunda, khususnya daerah perkotaan, mulai berkurang. Padahal mereka sama-sama lahir dan dibesarkan dalam lingkungan masyarakat Sunda, tetapi mereka seakan tidak mengetahui bahasa daerahnya. Gengsi akan hedonisme dan bahasa pergaulan sepertinya sulit dihilangkan dari mereka. Memang para pejabat daerah setempat saat ini sudah kembali mengapreasiasi kebudayan daerah yang ada di Jawa Barat, yang sebagian besar dihuni oleh suku Sunda, seperti dengan adanya Rebo Nyunda diberbagai Kota/Kabupaten di Jawa Barat, salah satunya di Kota Bandung. Namun pada kenyataan dilapangan, penutur bahasa di Kota Bandung (khususnya para mahasiswa, remaja dan anak-anak –yang berasal dari daerah Jawa Barat-) kebanyakan masih sedikit berbicara kepada sesamanya dengan menggunakan bahasa Sunda.
Memang kemampuan dalam berbahasa Indonesia yang baik sangat diperlukan, karena merupakan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia. Begitu pun dengan kemampuan berbahasa asing (bahasa Inggris khususnya) untuk menghadapi zaman yang global ini dirasa perlu pula. Akan tetapi tidak seharusnya kita melupakan bahasa ibu kita, yaitu bahasa Sunda. Jadi, tidak ada salahnya kita kembali menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari, termasuk orang tua yang seharusnya mengajarkan anak-anaknya pada bahasa Sunda yang baik dan benar. Agar bahasa Sunda dapat tetap hidup hingga generasi mendatang dan seterusnya.
Namun pada kenyaatannya saat ini kelestarian bahasa Sunda mulai terpinggirkan secara perlahan-perlahan. Seiring dengan didikan orang tua (yang sebenarnya orang Sunda dan menetap di lingkungan sosial-budaya Sunda) masa kini yang lebih mengajarkan anak-anaknya bertutur bahasa Indonesia atau bahkan bahasa asing (bahasa Inggris) dalam kesehariannya. Berbagai alasan pun terlontar kenapa mereka tidak mau mengajarkan ‘bahasa ibu’ kepada anaknya. Salah satunya ialah mereka tidak ingin anaknya bertutur kata dengan menggunakan bahasa Sunda yang terbilang kasar. Wajar memang jika para orang tua merasa khawatir akan hal seperti itu atau dengan alasan lainnya. Tetapi jika dengan didikan yang benar dan telaten dari orang tuanya mungkin anak-anak dapat terhindar dari alasan kecemasan itu.
Setidaknya anak-anak dapat mengenal bahasa ibunya sedari dini, pun pelestarian bahasa Sunda dapat terjaga hingga generasi berikutnya. Terkadang saya pun sebagai orang Sunda merasa khawatir kepada nasib bahasa Sunda di masa yang akan datang. Saat ini pun penutur bahasa Sunda di lingkungan pergaulan nonoman Sunda, khususnya daerah perkotaan, mulai berkurang. Padahal mereka sama-sama lahir dan dibesarkan dalam lingkungan masyarakat Sunda, tetapi mereka seakan tidak mengetahui bahasa daerahnya. Gengsi akan hedonisme dan bahasa pergaulan sepertinya sulit dihilangkan dari mereka. Memang para pejabat daerah setempat saat ini sudah kembali mengapreasiasi kebudayan daerah yang ada di Jawa Barat, yang sebagian besar dihuni oleh suku Sunda, seperti dengan adanya Rebo Nyunda diberbagai Kota/Kabupaten di Jawa Barat, salah satunya di Kota Bandung. Namun pada kenyataan dilapangan, penutur bahasa di Kota Bandung (khususnya para mahasiswa, remaja dan anak-anak –yang berasal dari daerah Jawa Barat-) kebanyakan masih sedikit berbicara kepada sesamanya dengan menggunakan bahasa Sunda.
Memang kemampuan dalam berbahasa Indonesia yang baik sangat diperlukan, karena merupakan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia. Begitu pun dengan kemampuan berbahasa asing (bahasa Inggris khususnya) untuk menghadapi zaman yang global ini dirasa perlu pula. Akan tetapi tidak seharusnya kita melupakan bahasa ibu kita, yaitu bahasa Sunda. Jadi, tidak ada salahnya kita kembali menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari, termasuk orang tua yang seharusnya mengajarkan anak-anaknya pada bahasa Sunda yang baik dan benar. Agar bahasa Sunda dapat tetap hidup hingga generasi mendatang dan seterusnya.
No comments:
Post a Comment