Mengutip sebuah pernyataan
dari Arnold Toynbee, bahwa suatu entitas kebudayaan akan tetap langgeng dan
hidup bila mampu menjawab tantangan yang dihadapinya. Sunda sebagai salah satu
budaya besar di Indonesia memiliki seperangakat niali-nilai atau norma-norma
dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari mulai norma keagamaan,
ekonomi, sosial, hukum, dan politik, sampai pada persoalan kehidupan yang
lainnya. Bidang politik khususnya, Sunda pun
mempunyai berbagai norma sebagai bagian dari warisan karuhun (leluhur). Beberapa tokoh dari etnis Sunda yang pernah
tercatat sejarah saat menjadi politisi dan berhasil mensejahterakan rakyat,
aman dari ancaman. Pangeran Kornel, Dipati Ukur, Oto Iskandardinata, dan yang
lainnya merupakan tokoh-tokoh Sunda yang telah menjadikan norma budaya lokal
sebagai fondasi dari perjuangannya.
Dari kutipan pernyataan
Arnold Toynbee tersebut, para “ahli fungsionalis” berpendapat bahwa kebudayaan
akan langgeng apabila kebudyaan tersebut dapat diaplikasikan (difungsikan)
terhadap lingkungannya. Sebaliknya, kebudayaan akan mengalami krisis jika tidak
mampu fungsional dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dizaman
globalisasi ini, kita dihadapkan pada situasi yang kompleks. Wajar bila
berbagai kebudayaan masuk ke Nusantara, sekaligus menjadi tantangan terhadap
budaya lokal. Modernisasi dan globalisasi merupakan rangkaian kebudayaan yang
sengaja masuk karena kebutuhan zaman, sekaligus mempengaruhi kebudayaan lokal.
Kondisi tersebut
mempengaruhi tatanan kehidupan disegala bidang, tak terkecuali dibidang
politik. Kehidupan politik di negara kita dipenuhi dengan gagasan-gagasan
pemikiran sekuler. Arena pertandingan politik pun telah melupakan seluruh fondasi ketimuran yang kita miliki. Warisan
budaya lokal yang sarat dengan nilai dan norma menjadi punah atau dilupakan
para politisi di Indonesia. Suasana ini berimbas terhadap para politisi lokal,
termasuk para politisi yang ber-etnis Sunda. Padahal didalam budaya Sunda
terdapat berbagai norma yang dapat dijadikan referensi sebagai landasan dalam
aktivitas politiknya.
Silih
asah, Silih asih, dan,Silih
asuh merupakan ungkapan Sunda yang menjadi warisan budaya Sunda dalam menata
kehidupan, supaya tercipta kehidupan yang damai, tentram, dan aman. Selain daripada
ungkapan tersebut ungakapan buruk-buruk
papan jati atau pamali tarung jeung
dulur, pamali bengkah jeung baraya merupakan ungkapan yang menata keakraban
sosial diantara saudara. Masih banyak lagi warisan budaya Sunda yang semestinya
menjadi dasar gerak langkah orang Sunda dalam berinteraksi dengan lingkungan
sekitarnya termasuk dalm berpolitik. Kita harus cageur, bageur, pinter, singer, bener, teuneung, ludeung. Sangat ironis
memang bagi para politisi yang kaya akan nilai-nilai budaya lokal, khususnya
politisi Sunda, jauh dari akar budaya yang seharusnya.
Sosialisasi kembali warisan
budaya lokal, baik di tingkat para inohong
(tokoh) maupun masyarakat menengah kebawah merupakan suatu keharusan. Kemudian sosialisasi
harus dilakukan institusi-institusi yang
ada, baik pemerintahan ataupun nonpemerintahan. Harapannya dengan
mensosialisasikan dan mengfungsionalkan nilai-nilai budaya Sunda disetiap
lapisan atau struktur sosial, khususnya yang dilakukan para politisi Sunda akan
membantu terhadap pencegahan punahnya budaya Sunda dan sekaligus berdampak pada
tatanan sosial nusantara menjadi semakin jelas. Sehingga krisis poltik dan
krisis kebudayaan lokal dapat segera diantisipasi.